Obat Asam Urat dan Awet Muda

Obat Asam Urat dan Awet Muda
Obat Asam Urat dan Awet Muda

Rabu

TAUBATAN NASUHA


Aku tak takut dosa telah berdusta kepada orang tuaku. Toh, selama ini mereka tidak pernah memperhatikanku, sibuk dengan urusannya sendiri. Sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, walaupun tidak kaya raya, tapi orang tuaku selalu bisa membiayai sekolahku dan memenuhi kebutuhan materi lainnya. Tapi, bagiku itu semua tidak cukup. Aku merasa ada yang kurang tapi entah apa aku tak tahu. Aku jarang berkomunikasi dengan mereka. Hingga sebesar ini, aku belum juga bisa mengaji dan shalat. Tidak ada yang mengajariku tentang agama, apalagi keluargaku sendiri masih awam. Tapi, siapa peduli?


Waktu terus berlalu. Bukannya sombong, tetapi aku memang anak yang cerdas sehingga aku bisa masuk di SMA favorit di kotaku. Tapi disini kebandelanku bukannya berkurang, justru semakin bertambah. Aku sudah lupa, berapa kali aku terlibat perkelahian dengan alasan yang tidak jelas, sering bolos sekoklah, dan merokok.

Hingga suatu hari salah seorang temanku mengajak untuk berguru pada orang pintar. Kuterima ajakan itu, walaupun sama sekali tidak paham arah dan tujuannya. Oleh orang pintar itu, aku dianjurkan untuk menjauhi molimo dan menjadikannya pantangan dalam hidupku, supaya kelak aku bisa berhasil menjadi orang. Dan kupatuhi itu. Maka senakal-nakalnya aku, tidak pernah sampai mabuk-mabukan, atau terlibat narkoba. Bahkan pacaran pun aku tidak pernah, demi menjalani perintah itu. Kemudian, setelah dianggap lulus, aku diberi jimat oleh orang pintar itu.

Aku sangat membanggakan jimat itu, membuatku merasa percaya diri dan sakti mandraguna. Dan aku pun memiliki hobi baru mengoleksi aneka jimat. Aku bahkan punya jimat berupa cincin dan anting yang kupasang di hidung alis, dan telinga. Semua itu kukenakan hanya ketika sedang diluar rumah. Kalau sedang di rumah, aku berpura-pura menjadi anak yang normal-normal saja di mata orang tuaku.

Sekarang aku sudah kelas 3 SMA. Dan aku masih juga belum tahu apa yang akan kulakukan setelah lulus nanti. Ketika teman-teman yang lain sibuk belajar, aku lebih suka nongkrong dengan kelompokku.

Hingga suatu malam, saat aku nongkrong bareng temen-temen di sebuah warung kopi, aku mendengar ada suara pengajian dari radionya si pemilik warung. Suaranya cukup keras, hingga bisa mendengar dengan jelas. Awalnya aku tidak menggubrisnya, namun tiba-tiba sang mubaligh mengutip sebuah ayat dari Al-Quran, "Allah tidak akan mengampuni dosa syirik…" aku sendiri tidak tahu apa kelanjutannya, tapi entah kenapa, tiba-tiba aku merasa takut mendengar ayat tadi.

Bunyi ayat tersebut seakan tidak mau pergi dari kepalaku. Aku seperti mendengar suara itu berulang-ulang. "Allah tidak akan mengampuni dosa syirik…" bukankah apa yang aku lakukan selama ini adalah kesyirikan (seperti guru agama pernah menerangkan kepadaku)? Ya, aku telah bergelut dengan jimat, tenaga dalam, dan tetek bengeknya, yang semuanya adalah syirik. Benarkah Allah tidak akan mengampuni dosaku? Lantas buat apa aku hidup jika jelas-jelas dosaku tidak diampuni oleh-Nya?

Malam itu aku benar-benar tidak dapat memejamkan mata. Aku gelisah sekali. Ya, sebandel-bandelnya diriku ternyata masih takut dengan dosa dan neraka. Berhari-hari aku mengalami kegelisahan yang luar biasa. Hingga suatu malam, di saat kegelisahanku mencapai puncaknya, aku memutuskan untuk menemui seorang kiyai. Aku melihat jam, sudah jam 12 malam, tapi aku tidak peduli, aku harus segera menemukan jawaban.

Kunaiki motorku dengan seorang teman, menuju rumah seorang kiyai yang cukup ternama. Disana aku mendapatkan penjelasan panjang lebar. Tapi aku merasa tidak puas dengan jawaban yang ku dapat. Esoknya kuajak temanku untuk menemui ustadz yang lain. Beberapa orang sudah kutanya. Tapi dari semua jawaban yng mereka berikan tidak ada yang memuaskanku. Mereka mengatakan bahwa apa yang kulakukan hanyalah perantara atau wasilah, jadi tidak termasuk syirik. Namun entah kenapa, hatiku menolak jawaban itu.

Aku memutuskan untuk mencari sendiri jawabannya. Sekarang aku lebih banyak menghabiskan waktuku di perpustakaan, untuk mencari buku-buku agama. Aku membaca seperti orang yang kehausan yang ingin menemukan tetesan-tetasan air. Semua buku yang ada dari tipis sampai yang tebal kulahap habis, jika belum selesai aku sangat penasaran. Aku mulai mendekati teman-teman ROHIS, kupinjam buku-buku mereka. Sekarang aku makin banyak bergadang, tapi bukan untuk nongkrong seperti dulu, melainkan membaca buku yang sudah kupinjam sebelumnya. Aku sendiri heran, kekuatan dari mana yang mampu mendorongku begitu bersemangat untuk menekuni buku demi buku tiap harinya? Tentunya semua atas kehendak-Nya.

Kebiasaanku mulai kutinggalkan, teman-teman gengku juga mulai kujauhi, dan aku mulai jadi pendiam. Banyak yang heran melihat perubahanku yang sangat drastis.

Aku mulai menjalankan shalat. Meski awalnya agak kaku, tapi kubulatkan tekadku untuk menjaga kewajibanku ini. Subhanallah, aku yang dulu merasa malu jika ketahuan shalat, karena akan menurunkn "wibawaku" sekarang sangat rajin menjalankannya. Aku juga mulai bertekad belajar mengaji, maka kutemui seorang ustadz di kampungku untuk belajar. Dan, hanya karena pertolongan dari Allah, aku sudah mampu membaca Al-Quran hanya dalam waktu seminggu. Allahu Akbar!

Dari membaca pula aku tahu bahwa merokok haram hukumnya. Maka tanpa menunggu waktu lagi, segera kutinggalkan rokok. Aku benar-benar mendapat pertolongan dari Allah, hingga mampu melakukan semua itu. Dari sebuah buku pula aku bisa tahu, bahwa pakaian bagi laki-laki tidak boleh melebihi mata kaki, dan sunnah memanjangkan jenggot. Maka sejak saat itu, aku mulai mengubah penampilanku.

Sekarang aku adalah seorang mahasiswa di sebuah PTS di Solo. Tempat yang pertama kucari adalah perpustakaan. Aku memang sudah keranjingan membaca buku-buku agama. Dan Alhamdulillah, disini referensinya lebih lengkap. Maka, aku mulai berkutat dengan buku-buku tebal, demi pencarian kebenaran yang kucari selama ini.

Hingga suatu ketika, aku membaca sebuah kitab tafsir. Dan Alhamdulillah, aku menemukan ayat yang kucari-cari selama ini. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An-Nisa':48).

Dari tafsirnya aku tahu, bahwa masih ada kesempatan bertaubat bagi orang-orang yang melakukan dosa syirik selama dia masih bisa bertaubat kepada Allah. Masya Allah, indahnya! Aku menangis, aku bersujud syukur atas karunia ini. Kini semangatku bertambah besar, jika Allah masih membuka pintu taubat, maka apalagi yang kutunggu?

Hingga suatu hari, aku sedang berjalan-jalan dan melewati sebuah masjid dekat kostku. Disana aku melihat sekumpulan orang yang berpenampilan sama dengan penampilanku sedang mengikuti pengajian. Maka tanpa ragu lagi, aku masuk masjid dan ikut mendengarkan. Meski awalnya masih malu karena belum ada yang kukenal, tapi aku merasa tertarik dengan penyampaian ustadz tersebut. Subhanallah, baru kali ini aku mendengar penyampaian materi dengan ilmu dan hujjh yang mantap, tidak dibuat-buat.

Maka aku selalu mengikuti setiap taklim yang ada di masjid tersebut. Aku juga mulai kenal dengan baik ikhwan-ikhwan disana. Ya, inilah yang kucari-cari selama ini. Pemahaman islam sesuai dengan salafunasshlih. Dan aku mulai mantap di atas manhaj ini. Hingga aku memutuskan untuk tinggal di masjid, meskipun kosku belum genap 3 bulan kutempati. Aku ingin lingkungan yang lebih baik dan kondusif untuk belajar tentang din. Dengan dorongan dari ikhwan-ikhwan serta ustadz aku berhsil membuang ilmu tenaga dalamku.

Sekarang aku mersakan nikmatnya thalabul 'ilmi. Untuk menambah pengetahuanku aku ikut kursus bahasa arab yang diselenggarakan oleh sebuah pondok dan menjadi mustami' di tabridud da'ut.

Kini aku berkeluarga, dengan seorang istri dan 2 anak. Jika kuingat-ingat kilasan beberapa tahun yang lalu, semakin besar syukurku kepada Allah. Allah telah memberikan hidayah-Nya kepadaku, dan Dia-lah yang mampu membolak-balikkan hati manusia.

Dan alhamdulillh, meskipun dengan usaha yang berat, keluargaku sudah bisa menerima prinsip dan keyakinanku. Meski demikian, aku sadar tugasku belum selesai. Aku masih memiliki kewajiban mendidik keluargaku, berdakwah kepada orangtuaku, mendakwahi keluarga istriku, dan masyarakat sekitar. Sebuah tugas yang tidak ringan. Tapi aku yakin dengan pertolongan Allah, aku akan berhasil melaksanakannya.


bisnis baru ustad yusuf mansur