Obat Asam Urat dan Awet Muda

Obat Asam Urat dan Awet Muda
Obat Asam Urat dan Awet Muda

Selasa

KIAT MENG-QADHA PUASA



Lalu, bagaimana jika sampai Ramadan berikutnya qadha tak sempat dijalankan?

Ada dua pendapat mengenai hal ini. Pertama, yang mewajibkan adanya denda (fidiah) dan yang kedua tak mewajibkannya.

Untuk yang mewajibkan, adanya fidiah bersandar pada pandangan Imam Syafi’I, Imam Malik, dan beberapa ulama lainnya. Pendapat membayar fidiah ini juga umum dipahami masyarakat Indonesia yang ulamanya banyak menganut Mazhab Syafi’i. jadi jikalau seseorang wanita tak meng-qadha puasanya sampai Ramadan berikutnya, ia harus membayar fidiah, yakni memberi makan sehari satu orang miskin dengan tetap meng-qadha puasa tersebut. Artinya, kewajiban berpuasanya tetap ia jalankan selain membayar fidiah itu.

Namun, kewajiban fidiah ini juga terkait syarat tertentu, yakni tak adanya uzur syar’I yang menghalangi orang tersebut untuk menunda qadha puasanya. Uzur syar’I ini misalnya hamil, menyusui, ataupun sakit. Halangan-halangan ini membuat orang tersebut memang tak bisa meng-qadha puasanya. Untuk kasus seperti ini, fidiah tak perlu dibayarkan. Fidiah hanya perlu dibayarkan jika orang tersebut tak memiliki halangan apa pun untuk menunda qadha-nya, tetapi ia menunda sampai Ramadan berikutnya datang.

Fidiah sendiri hanya sesuai hari yang dilalaikan qadha-nya itu. Jadi, jika seseorang berhutang 7 hari puasa dan hanya sempat membayar 4 hari sebelum Ramadan berikutnya datang, ia hanya membayar fidiah sebanyak 3 hari yang masih terhutang. Fidiah yang harus dibayar sendiri ditetapkan sebesar 1 mud makanan pokok, sekira nasi yang biasa dimakan seseorang dalam satu hari. Ada yang menyebut jumlahnya seperempat dari zakat fitrah atau kurang dari satu liter beras (600 gram beras)

Di lain pihak, ulama Hanafiyah tidak mewajibkan fidiah jika qadha ditunda dengan atau tanpa adanya uzur sampai tiba Ramadan berikutnya. Ia boleh meng qadha-nya sampai tiba masanya ia mampu membayar qadha itu, meskipun sudah dua atau tiga Ramadan dilaluinya. Pendapat ini lahir karena tak adanya dalil pasti mengenai membayar fidiah pada kasus orang yang menunda qadha sampai datang Ramadan tahun berikutnya. Ketiadaan dalil ini juga diperkuat oleh pendapat Sayyid Sabiq penulis Fikih Sunah. Jadi, kewajiban qadha puasa itu tetap melekat, silahkan ditunaikan kapan mampu, tanpa perlu membayar fidiah.

Membayar fidiah sendiri sejatinya dilakukan jika seseorang meninggal dunia, tapi belum sempat membayar puasa yang ia tinggalkan. Ini termaktub dalam hadis riwayat At-Tirmidzi dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw bersabda; “Barang siapa meninggal dan ada puasa Ramadan yang telah ia ditinggalkan, maka hendaklah diberi makan atas namanya sehari seorang miskin.”

Juga hadis riwayat Ibnu Abbas; “Apabila seseorang lelaki sakit dalam bulan Ramadan, kemudian ia meninggal dunia, padahal ia tidak berpuasa, diberi makanlah atas namanya (difidiahkan). Tak ada qadha atasnya. Dan jika puasa nazar hendaklah di qadha-kan oleh walinya.”

Dari hadis di atas ulama mewajibkan fidiah atas orang yang meninggalkan puasa dan ia tidak dapat meng-qadha-nya sebelum ia meninggal dunia. Ibnu Abbas r berkata, “Jika ia meninggalkan puasa tanpa uzur, wajiblah difidiahkan dan jika dengan uzur, tidk”. Asy Syafi’I berkata, “Jika ia tidak meng-qadha-nya hingga setahun dengan ketiadaan uzur, wajiblah difidiahkannya dan jika ada uzur, tidak”.

Nah, kita boleh mengambil salah satu dari dua pendapat ini sebab masing-masing ulama memiliki pertimbangan sendiri. Namun begitu, menangguhkn kewajiban agama tentulah bukan perkara yang baik dan bisa membuat orang dekat dengan kelalaian. Yang utama, tentu saja hutang puasa mesti dibayar sesegera mungkin. Waktunya luas dan ini merupakan keringanan yang mesti kita syukuri tanpa perlu membuat kita terlena. Siti Aisyah mengisahkan ia membayar hutang puasa di bulan syaban, tapi ia tak menyebut bahwa ia melewati Ramadan berikutnya dengan masih ada hutang puasa padanya, bukan? Kalau kita sehat, tak ada halangan, juga tak memiliki kesulitan apa pun, sungguh aneh jika hutang puasa tak terbayar sampai datang Ramadan berikutnya. Jangan sampai penundaan itu lahir dari hati kita yang cuek, ceroboh, atau tak memperhatikan kewajiban agama kita.

Kiat meng-qadha puasa
1. Lakukan sesegera mungkin. Jangan menunda kerena, biasanya, semakin ditunda semakin malas.
2. Pilih hari yang nyaman. Misalnya, pada hari puasa sunah biasa dilaksanakan, yakni senin atau kamis, tetapi dengan niat puasa qadha.
3.   Komunikasikan dengan suami saat berpuasa qadha agar tak ada salah paham.
4.  Tetap memperhatikan sunah-sunah puasa seperti mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.


bisnis baru ustad yusuf mansur