Bila
kita perhatikan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan, baik di kota-kota besar
maupun di daerah pedesaan, sekarang banyak sekali muncul berbagai penyakit.
Tidak hanya penyakit-penyakit yang biasa atau umum, tetapi penyakit-penyakit
baru pun mulai tumbuh. Mengapa? Alasan yang paling mendasar adalah pola hidup
yang buruk.
Dari
segi makanan, misalnya. Pasa zaman yang serba instan dan cepat ini, makanan
yang serba siap saji, biasanya disebut dengan fast food, sangat digemari.
Selain sangat praktis dan tidak memakan banyak waktu, makanan ini terlihat
lebih menarik karena tersaji dalam kemasan, aroma serta penampilannya tampak
menggiurkan. Bagaimana tidak praktis, bila kita ingin memasak makanan tersebut,
semua bahan yang akan diolah tinggal tuang, masak sebentar, selesai. Makanan
bisa segera dinikmati tanpa perlu repot mengolahnya. Ironisnya lagi, makanan
ini memiiki kelebihan tersendiri, yaitu bila tidak dikonsumsi, akan tetap awet
hingga berbulan-bulan bahkan bisa tersimpan hingga bertahun-tahun.
Ini
yang menyebabkan ibu-ibu tidak harus setiap hari berbelanja ke pasar
tradisional, melainkan cukup ke supermarket. Karena cukup sebulan sekali,
persediaan bahan makanan untuk memenuhi rentang waktu tersebut sudah terpenuhi.
Begitu pula bila ingin membuka restoran atau warung makanan, tidak perlu
khawatir makanannya tersimpan untuk berbulan-bulan.
Dari
semua kemudahan serta kelebihan makanan tersebut, pernahkah terpikir dampak
pada orang yang mengkonsumsinya? Dampaknya sudah pasti bisa ditebak, tanpa
disadari berbagai penyakit datang menghampiri. Mungkin tidak terpikirkan oleh
kita bahwa biasanya di dalam makanan yang serba instan ini terdapat zat adiktif
yang mengandung pengawet dan penguat rasa. Dalam berbagai penelitian, zat-zat
inilah pemicu terjadinya kanker, kolesterol, serta penyumbatan pembuluh darah
yang berakibat pada strok atau serangan jantung.
Riskan
sekali bagi penikmat makanan ini, yang utamanya adalah anak-anak dan para
pekerja, apalagi yang hidup di kota besar. Kesibukan yang sedemikian padat oleh
jadwal sekolah atau tuntutan pekerjaan yang begitu ketat, seringkali
menyebabkan pola makan pun menjadi tidak teratur, misalnya, makan siang
terlewatkan karena jalanan macet sehingga alternative paling gampang, mampir ke
warung atau restoran cepat saji. Di sana, makanan yang disajikan sangat
menggoda, dan setiba di rumah pun, sang ibu menyiapkan mi instan sebagai hidangan
makan malam. Pada lain hari, karena kesibukan yang padat pula, tidak ada
kesempatan untuk makan, jatah makan siang disantap dalam satu waktu, yaitu pada
malam hari. Porsi dobel!
Kejadian
itu berulang setiap waktu, hingga akhirnya menjadi habit atau kebiasaan.
Makanan yang mengandung zat-zat berbahan kimiawi itu menimbulkan rangsangan
“kecanduan”. Artinya, bila mengkonsumsi makanan yang bersiafat alamiah, sudah
tidak terasa lezat lagi. Ditambah makan berlebihan atau tidak terpola,
terjadilah penumpukan berbagai penyakit. Pada usia muda yang produktif,
terjadilah penumpukan berbagai penyakit. Pada usia muda yang produktif,
penyakit yang menghampiri menghabiskan banyak biaya, menyusahkan orang-orang
untuk merawat kita, mengantarkan ke dokter, bahkan mungkin membantu dalam hal
biaya. Waktu yang sebenarnya bisa lebih bermanfaat dan disyukuri dengan
beraktivitas, kini menjadi sia-sia karena tidak banyak lagi tenaga yang
tersisa.
Hal
tersebut dialami oleh seorang teman saat diutus perusahaan untuk pergi ke
jepang menempuh studi selama satu tahun. Sang anak dititipkan ke rumah nenek,
dari sinilah muncul permasalahan. Karena begitu sayang, setiap apa yang diminta
oleh cucunya selalu dipenuhi sang nenek, termasuk keinginannya untuk memakan mi
instan setiap hari.
Genap
setahun, sang ibu pulang ke tanah air. Penuh harapan dan kerindun ingin segera
memeluk buah hati tercinta. Berbagai oleh-oleh dan tabungan karena karier yang
meningkat dibawanya. Namun, apa yang terjadi? Putra semata wayangnya kini
menderita penyakit ginjal. Penyakit menyerang organ vital si anak di usianya
yang masih remaja. Dan sayangnya ia tidak tertolong saat sang ibu tiba di tanah
air. Miris sekali rasanya.
Begitu
banyak orang di sekitar kita yang harus meninggalkan orang-orang yang
dicintainya dengan begitu cepat karena berbagai penyakit, seperti strok,
jantung, kencing manis, gagal ginjal, dan kenker. Ini seharusnya membuat kita
introspeksi diri. Alangkah indahnya meninggal pada saat yang baik, seperti
habis shalat shubuh, sedang wirid, tidak ada suatu penyakit apapun, tiba-tiba
Allah memanggil kita. Tidak terbaring di rumah sakit berbulan-bulan, menyusahkn
diri dan orang-orang tercinta.
Satu
hal lagi yang memprihatinkan, ketika sudah mengetahui penyakit yang menyerang
kita, “Wah, makanan yang saya makan ini tidak sehat,” “Wah, saya bakal terkena
penyakit kanker, osteoporosis, diabetes, jantung, dan sebagainya,” apa yang
kita lakukan untuk mengatasinya?
Biasanya,
kita menenggak obat-obatan pencegah atau suplemen. Sayangnya, obat-obatan
tersebut juga berbahan kimia, yang tentu saja memiliki efek samping yang
merugikan. Walhasil, penyakit yang mau dicegah menjauh, tetapi penyakit tidak
diundang menghampiri. Contohnya, ketika kita minum suplemen kalsium dengan
maksud menyembuhkan osteoporosis, ternyata setelah mengkonsumsi secara rutin,
penyakit tersebut hilang, tetapi gagal ginjal sebagai efek sampingnya.
Selain
gaya hidup yang serba instan, mengonsumsi banyak makanan yang tidak thayyib
juga berarti kita telah gagal mengelola spiritual. Sebagai contoh, mereka yang
tidak dekat dengan Sang Pencipta. Allah berfirman, “Walladzi anzala al-sakinata
fi qulubil mu’minin (Dialah Allah Yang Menciptakan ketenangan).” Lalu, apa ada
hubungan ketenangan dengan kesehatan? Jawabannya, ya. Subhanallah.
Kalu
berbicara tentang hormonal, saat kita merasa tenang, itu berarti hormone
melatonin, serotonin, dan endorphin sedang bekerja. Sebaliknya, saat kita
merasa cemas, hormone adrenalin dan cortisol-lah yang sedang bekerja.
Orang-orang
yang mudah stress dan gelisah akan lebih mudah terjangkit penyakit. Sementara
mereka yang pengelolaan emosinya lebih baik cenderung sehat. Marilah kita
amati! Di perkotaan, orang lebih banyak mengalami kecemasan. Gaya hidup yang
serba terburu-buru serta penuh dengan tekanan, membuat orang-orang sibuk
lalu-lalang mengejar sukses dan karier tanpa kenal waktu. Stres dan ketakutan
pun muncul. Oleh karena itu, mereka akan mencari ketenangan. Lagi-lagi
kesalahan dilakukan. Ketenangan yang mereka cari ternyata tidaklah baik bagi
kesehatan. Dugem (dunia gemerlap), narkoba, dan seks bebas adalah bagian dari
pencarian ketenangan yang tidak benar. Ketenangan semu semacam itu justru
berdmpak pada kegelisahan yang mendalam. Semakin sibuk, semakin jauh dari
Allah. Shalat menjadi jarang dilakukan. Kalaupun shalat, pikirannya ke
mana-mana, tidak khusyuk karena mengingat banyak hal.
Inilah
penyakit baru yang menyerang manusia zaman sekarang, yaitu penyakit llifestyle.
Tubuh kita ibarat besi yang tidak dirawat, dibiarkan begitu saja di jalanan.
Terkena hujan dan panas matahari yang datang silih berganti. Alamiahnya sang
besi akan menjadi karatan setelah beberapa tahun. Lebih parahnya lagi,
seseorang datang menyiram sang besi dengan bahan kimia, racun-racun dan
kotoran. Dalam sekejap, hanya dalam hitungan bulan, sang besi pun menjadi
karatan dan tidak berguna. Kulitnya mengelupas dan tidak berharga. Begitulah
proses alamiah tubuh kita. Apabila kita terbiasa dengan lifestyle yang buruk,
bersiaplah menjadi manusia karatan. Pertanyaannya sekarang, apakah anda juga
menjalani gaya hidup yang demikian?
bisnis baru ustad yusuf mansur
bisnis baru ustad yusuf mansur