Obat Asam Urat dan Awet Muda

Obat Asam Urat dan Awet Muda
Obat Asam Urat dan Awet Muda

Selasa

MEMAAFKAN ITU LEBIH MULIA


“Wahai saudaraku! Jangan engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila. Dia seorang pembohong. Dia juga tukang sihir. Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya. Dan engkau akan menjadi seperti dia,” kata seorang pengemis buta Yahudi berulang-ulang di sudut pasar di madinah setiap pagi sambil tangannya menengadah meminta belas kasih orang yang berlalu-lalang.

Orang  yang berlalu –lalang di pasar itu ada yang mengulurkan sedekah karena kasihan, ada juga yang tidak memedulikannya. Setiap pagi, kata-kata yang menghina Rasulullah Saw. tidak pernah lepas dari mulutnya. Seolah-olah mengingatkan kepada orang ramai supaya jangan teperdaya oleh ajaran Rasulullah Saw. seperti biasa, Rasulullah Saw. pergi ke pasar Madinah. Sesampai di pasar, beliau selalu mendapati pengemis buta Yahudi itu. Beliau selalul menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu dengan lembut dan sopan tanpa berkata apa-apa.

Pengemis tersebut tidak pernah bertanya siapakah yang menyuapkan makanan untuknya. Ia begitu berselera apabila ada orang yang baik hati memberi atau menyuapkan makanan ke mulutnya.

Beliau melakukan kebiasaan tersebut setiap hari tanpa terputus hingga wafat. Sejak wafatnya Baginda, tidak ada seoorang pun yang sudi menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu.

Pada suatu pagi, Abu Bakar r.a. datang ke rumah anaknya, Siti ‘A’isyah, yang juga istri Rasulullah Saw., dan menanyakan sesuatu kepadanya.



“Wahai anakku ‘A’isyah, apakah kebiasaan Muhammad yang tidak aku lakukan?” Tanya Abu Bakar r.a. saat duduk di dalam rumah ‘A’isyah.

“Ayahandaku, boleh dikatakan apa saja yang Rasulullah lakukan, ayahanda telah melakukannya, kecuali satu,” ucap ‘A’isyah sambil melayani ayahandanya dengan hidangan yang tersedia.

“Apakah, wahai anakku ‘A’isyah?”

“Setiap pagi Rasulullah membawa makanan untuk seorang pengemis buta Yahudi di sudut pasar di Madinah. Rasulullah lalu menyuapkan makanan ke mulutnya. Sejak kepergian Rasulullah, tidak ada lagi yang menyuapkan makanan kepada pengemis itu,” ungkap ‘A’isyah kepada ayahandanya dan merasa kasihan dengan nasib pengemis itu.

“Kalau begitu, ayahanda akan melakukan seperti yang Muhammad lakukan setiap pagi. Sediakanlah makanan seperti yang selalu dibawa oleh Muhammad untuk pengemis itu,” ungkap Abu Bakar r.a. kepada anaknya.

Pada keesokan harinya, Abu Bakar r.a. membawakan makanan yang sama seperti yang Rasulullah Saw. bawakan untuk pengemis tersebut selama ini. Setelah lama mencari, akhirnya beliau bertemu juga dengan pengemis buta tersebut. Abu Bakar r.a. segera menghampiri, lalu menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu.

“Hei, siapa kamu? Beraninya kamu menyuapiku? Pengemis buta itu menghardik Abu Bakar r.a. dia merasakan perbedaan Abu Bakar r.a. dengan Rasulullah.

“Akulah orang yang selalu menyuapimu setiap pagi,” jawab Abu Bakar r.a. sambil memperhatikan wajah pengemis buta yang tampak marah itu.

“Bukan! Kamu bukan orang yang selalu menyuapiku setiap pagi. Perbuatan orang itu terlalu lembut dan sopan. Aku dapat merasakannya, dia terlebih dahulu menghaluskan makanan itu, kemudian barulah menyuapkan ke mulutku. Tapi kali ini, aku terasa sangat susah hendak menelannya,” balas pengemis buta sambil menolak tangan Abu Bakar r.a. yang masih memegang makanan itu.

“Ya, aku mengaku. Aku bukan orang yang menyuapimu setiap pagi. Aku sahabatnya. Aku menggantikan tempatnya,” jawab Abu Bakar r.a. sambil mengusap air matanya.

“Tetapi ke manakah perginya orang itu dan siapakah dia?” Tanya pengemis buta itu.

“Dia adalah Muhammad Rasulullah Saw. dia telah kembali ke Rahmatullah. Sebab itu, aku yang menggantikan tempatnya,” jelas Abu Bakar r.a. dengan harapan pengemis itu puas hati.

“Dia Muhammad Rasulullah?” Tanya pengemis itu terkejut.

“Mengapa kamu terkejut? Dia insane yang sangat mulia,” ungkap Abu Bakar r.a.

Seketika itu sang pengemis menangis sejadi-jadinya dan setelah agak reda, barula dia berkata, “Benarkah dia Muhammad Rasulullah?” pengemis buta itu mengulangi pertanyaannya seolah-olah tidak percaya dengan berita yang baru didengarnya itu.

“Ya, benar. Kamu tidak percaya?”

“Selama ini aku menghinanya, aku memfitnahnya, tetapi tidak sedikitpun dia pernah memarahiku, malah dia terus menyuapkan makanan ke mulutku dengan sopan dan lembut. Sekarang aku telah kehilangannya sebelum sempat memohon maaf kepadanya,” ujar pengemis itu sambil menangis terisak-isak.


bisnis baru ustad yusuf mansur