“Wahai saudaraku! Jangan engkau
dekati Muhammad. Dia itu orang gila. Dia seorang pembohong. Dia juga tukang
sihir. Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya. Dan engkau akan
menjadi seperti dia,” kata seorang pengemis buta Yahudi berulang-ulang di sudut
pasar di madinah setiap pagi sambil tangannya menengadah meminta belas kasih
orang yang berlalu-lalang.
Orang yang berlalu –lalang di pasar itu ada yang
mengulurkan sedekah karena kasihan, ada juga yang tidak memedulikannya. Setiap
pagi, kata-kata yang menghina Rasulullah Saw. tidak pernah lepas dari mulutnya.
Seolah-olah mengingatkan kepada orang ramai supaya jangan teperdaya oleh ajaran
Rasulullah Saw. seperti biasa, Rasulullah Saw. pergi ke pasar Madinah. Sesampai
di pasar, beliau selalu mendapati pengemis buta Yahudi itu. Beliau selalul
menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu dengan lembut dan sopan tanpa berkata
apa-apa.
Pengemis
tersebut tidak pernah bertanya siapakah yang menyuapkan makanan untuknya. Ia
begitu berselera apabila ada orang yang baik hati memberi atau menyuapkan
makanan ke mulutnya.
Beliau
melakukan kebiasaan tersebut setiap hari tanpa terputus hingga wafat. Sejak
wafatnya Baginda, tidak ada seoorang pun yang sudi menyuapkan makanan ke mulut
pengemis itu.
Pada
suatu pagi, Abu Bakar r.a. datang ke rumah anaknya, Siti ‘A’isyah, yang juga
istri Rasulullah Saw., dan menanyakan sesuatu kepadanya.
“Wahai
anakku ‘A’isyah, apakah kebiasaan Muhammad yang tidak aku lakukan?” Tanya Abu
Bakar r.a. saat duduk di dalam rumah ‘A’isyah.
“Ayahandaku,
boleh dikatakan apa saja yang Rasulullah lakukan, ayahanda telah melakukannya,
kecuali satu,” ucap ‘A’isyah sambil melayani ayahandanya dengan hidangan yang
tersedia.
“Apakah,
wahai anakku ‘A’isyah?”
“Setiap
pagi Rasulullah membawa makanan untuk seorang pengemis buta Yahudi di sudut
pasar di Madinah. Rasulullah lalu menyuapkan makanan ke mulutnya. Sejak
kepergian Rasulullah, tidak ada lagi yang menyuapkan makanan kepada pengemis
itu,” ungkap ‘A’isyah kepada ayahandanya dan merasa kasihan dengan nasib
pengemis itu.
“Kalau
begitu, ayahanda akan melakukan seperti yang Muhammad lakukan setiap pagi.
Sediakanlah makanan seperti yang selalu dibawa oleh Muhammad untuk pengemis
itu,” ungkap Abu Bakar r.a. kepada anaknya.
Pada
keesokan harinya, Abu Bakar r.a. membawakan makanan yang sama seperti yang
Rasulullah Saw. bawakan untuk pengemis tersebut selama ini. Setelah lama
mencari, akhirnya beliau bertemu juga dengan pengemis buta tersebut. Abu Bakar
r.a. segera menghampiri, lalu menyuapkan makanan ke mulut pengemis itu.
“Hei,
siapa kamu? Beraninya kamu menyuapiku? Pengemis buta itu menghardik Abu Bakar
r.a. dia merasakan perbedaan Abu Bakar r.a. dengan Rasulullah.
“Akulah
orang yang selalu menyuapimu setiap pagi,” jawab Abu Bakar r.a. sambil
memperhatikan wajah pengemis buta yang tampak marah itu.
“Bukan!
Kamu bukan orang yang selalu menyuapiku setiap pagi. Perbuatan orang itu
terlalu lembut dan sopan. Aku dapat merasakannya, dia terlebih dahulu
menghaluskan makanan itu, kemudian barulah menyuapkan ke mulutku. Tapi kali
ini, aku terasa sangat susah hendak menelannya,” balas pengemis buta sambil
menolak tangan Abu Bakar r.a. yang masih memegang makanan itu.
“Ya,
aku mengaku. Aku bukan orang yang menyuapimu setiap pagi. Aku sahabatnya. Aku
menggantikan tempatnya,” jawab Abu Bakar r.a. sambil mengusap air matanya.
“Tetapi
ke manakah perginya orang itu dan siapakah dia?” Tanya pengemis buta itu.
“Dia
adalah Muhammad Rasulullah Saw. dia telah kembali ke Rahmatullah. Sebab itu,
aku yang menggantikan tempatnya,” jelas Abu Bakar r.a. dengan harapan pengemis
itu puas hati.
“Dia
Muhammad Rasulullah?” Tanya pengemis itu terkejut.
“Mengapa
kamu terkejut? Dia insane yang sangat mulia,” ungkap Abu Bakar r.a.
Seketika
itu sang pengemis menangis sejadi-jadinya dan setelah agak reda, barula dia
berkata, “Benarkah dia Muhammad Rasulullah?” pengemis buta itu mengulangi
pertanyaannya seolah-olah tidak percaya dengan berita yang baru didengarnya
itu.
“Ya,
benar. Kamu tidak percaya?”
“Selama
ini aku menghinanya, aku memfitnahnya, tetapi tidak sedikitpun dia pernah
memarahiku, malah dia terus menyuapkan makanan ke mulutku dengan sopan dan
lembut. Sekarang aku telah kehilangannya sebelum sempat memohon maaf
kepadanya,” ujar pengemis itu sambil menangis terisak-isak.
bisnis baru ustad yusuf mansur
bisnis baru ustad yusuf mansur