1. Islam sebagai penerus syari’at Nabi
Ibrahim as.
Dengan
jelas sejarah menerangkan bahwa, dua orang putera Nabi Ibrahim as, yaitu Nabi
Isma’il as, anak dari isterinya Siti Hajar, yang selanjutnya berdomisili di
daerah Hijaz (Saudi Arabia). Dari keturunan beliau inilah menurunkan para
Raasul/Nabi dari bangsa Arab, sampai kepada Nabi terakhir, Muhammad Saw.
Ibadah
haji dan ‘umrah yang dilaksanakan oleh ummat Islam dewasa ini, adalah sebagai
bukti nyata kesinambungan antara syari’at Nabi Ibrahim as. dengan syari’at Nabi
Muhammad Saw sekaligus merupakan data sejarah, yang objektif, bhawa agama Islam
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, termasuk salah satu agama yang meneruskan ajaran-ajaran
para Rasul/Nabi sebelumnya, sampai kepada Nabi Ibrahim as. oleh karena itullah,
Islam termasuk Agama Samawiyah yang masih di akui oleh Allah Swt. kebenarannya.
Adapun
putera beliau yang kedua, adalah Nabi Ishak as. anak dari isterinya Sarash,
yang menetap di tempat asalnya Palestina (Yarusalem), menurunkan cikal bakal
dari para Rasul/Nabi bangsa Israel sampai ke Nabi Isa as. dengan membawa agama
Nasrani/Kristen. Namun demikian, dalam kenyataannya sekarang ini, warisan Nabi
Ibrahim as. sudah ditinggalkan oleh ummat Kristiani diantara adalah ibadah haji
dan ‘umrah. Ini salah satu bukti yang tercatat dalam sejarah, bahwa agama
Nasrani telah mengalami perubahan dari aslinya dan dikarang oleh manusia
(Pastor N.J. Weinstein. S.C.J).
2. Unsur pembersihan sifat diskriminasi
Segala
kegiatan ‘amaliyah dalam ibadah haji/’umrah, dikerjakan bersama-sama,
bercampur-baur di antara satu sama lain,
tanpa ada lokasi khusus untuk memisahkan antara bangsa kulit putih, sawo matang
maupun kulit hitam. Ataupun disediakan tempat-tempat istimewa bagi para
pembesar, golongan ningrat, golongan elete dan lain sebagainya. Di samping itu
pula, pakaian mereka seragam (pakaian ihram) tanpa ada ciri-ciri khas identitas,
kebebasan. Inilah sebagai bukti nyata, bahwa Islam tidak mengenal perbedaan di
antara satu dengan yang lain. Mereka pada sama di sisi Allah Swt, kecuali satu
ya’ni taqwa.
3. Unsur kesatuan dan persatuan
Pertemuan akbar dari ummat Islam seluruh
pelosok permukaan bumi ini, dari berbagai macam suku, bangsa, bahsa, negara
serta warna kulit, tanpa diundang secara formal kecuali hanya memenuhi
panggilan beribadah kepada Allah Swt, berbeda di satu lokasi di Makkah. Ini
mendidik rasa jiwa kesatuan dan persatuan ummat Islam sedunia (Internasional).
Barangkali, cara yang sudah dipelopori oleh Islam sejak abad ke VI. M, baru
dapat di contoh oleh dunia non Islam pada abad ke XIX. M yang dinamai Volkenbond
(PBB).
“Dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal satu-sama lain” (Q.S.
Al-Hujurat: 13)
Khusus bagi kita bangsa Indonesia, sewaktu
dijajah oleh Belanda, sangatlah sukar untuk bertatap muka, temu wicara, tukar
pendapat dan lain sebagainya di antara pemuda-pemuda kita yang terbesar di
seluruh pelosok tanah air, karena setiap langkah dan gerak pemuda kita selalu
dicurigai oleh Belanda. Maka Alhamdulilah, sewaktu mereka berada di bawah
lindungan Ka’bah dan di Padang ‘Arafah dapatlah kita berbincang-bincang
seperlunya (tanpa mengurangi ibadah), Barangkali, hasil dari pertemuan inilah
pemuda Indonesia diilhami apa yang disebut dengan”Sumpah Pemuda” tahun 1982,
sehingga hasilnya dapat mengusir penjajah Belanda dan akhirnya kita merdeka.
Kalau dihubungkan dengan salah satu nama Baitullah yaitu Baitul’atiq (rumah
kemerdekaan), maka kemerdekaan bagi pribadi yang menjalani ibadah haji/umrah
dari azab Allah, juga kemerdekaan bangsa dan negara kita dari tangan penjajah.
Tapi yang jelas, dengan jiwa persatuan itu, bangsa Indonesia, khusus ummat
Islam, bersaru, saling bahu-membahu, mengusir penjajah Belanda maupun menumpas
pengkhianatan PKI/ G.30.S.
4.
Mengandung
unsur-unsur ibadah yang lain
Dalam praktek ibadah haji dan umrah secara
tidak langsung terdapat gabungan dari beberapa unsur ibadah yang lain, di
antaranya.
Ibadah
shalat.
Hal ini terbukti bahwa Baitullah sebgai
titik temu antara ibadah shalat dengan hajji/’umrah, yaitu sebgai arah kiblat
dalam shalat dan sebagai tempat thawaf bagi ibadah haji/umrah. Namun demikian
Baitullah bukan sasaran (obyek) yang dipuja dan disembah. Tapi kesemuanya itu
merupakan simbolis kesatuan arah dan tujuan hidup yakni menyembah dan beribadah
kepada Allah Swt. dan ini bukti dengan
alasan:
Secara naqliyah; firman Allah: “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (Allah) pemilik rumah ini (Ka’bah)”.
(Q.S. Al-Quraisy : 3)
Secara aqliyah; bahwa orang boleh saja
shalat menghadap ke mana saja, apabila mereka kehilangan (tidak mengerti) arah
kiblat yang sebenarnya. Andaikata kalau Ka’bah itu yang disembah, sudah barang
tentu hal itu tidak boleh dilakukan, kalau tidak persis betul di mana Ka’bah
itu berada.
Ibadah
puasa
Hal ini dapat kita rasakan, apa yang
dialami oleh orang yang sedang berpuasa, seperti lemah, payah, haus, lapar,
tidak boleh bicara yang kotor, tidak boleh campur dengan isteri, menyakiti
orang lain. Tapi sebaliknya, ibadah, dzikir, shadaqah harus diperbanyak, dan
lain sebgainya, maka inipun terdapat dalam ibadah haji/umrah.
Zakat
Hal ini dapat dirasakan, obyek dari zakat tersebut adalah pengorbanan material. Maka dalam melakukan ibadah haji/umrah, pengorbanan material ini syarat muthlak, yaitu untuk ongkos keperluan dalam perjalanan ke Makkah.
Hal ini dapat dirasakan, obyek dari zakat tersebut adalah pengorbanan material. Maka dalam melakukan ibadah haji/umrah, pengorbanan material ini syarat muthlak, yaitu untuk ongkos keperluan dalam perjalanan ke Makkah.
5. Dorongan untuk berkreaktif mencari
rezeki
Salah
satu syarat yang menentukan untuk menunaikan ibadah haji/umrah adalah ongkos
(biaya) perjalanan pualang-pergi dan keluarga yang ditinggalkan. Hal mana
mendorong agar kita berkreaktif, bekerja mencari rezeki yang halal. Tidak hanya
sekedar berpangku tangan menyerah nasib saja kepada Allah. Dorongan ini
terlihat dengan dalam Al-Quran:
“Apabila telah (selesai) menunaikan shalat,
maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah (rezeki) dan
ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (Q.S. Al-Jumu’ah :
10).
6. Keuntungan material dan spiritual bagi
negara R.I
Dengan dikoordinirnya ibadah haji/umrah ini
boleh Pemerintah c.q. Departemen Agama, maka sedikit banyaknya akan menambah
devisa negara kita. Di samping untuk keharmonisan hubungan Internasional antara
pemerintah R.I dengan pemerintah Saudi Arabia, dan keakraban ukuwah Islamiyah
karena kedua negara tersebut sama-sama mayoritas beragama Islam.