Obat Asam Urat dan Awet Muda

Obat Asam Urat dan Awet Muda
Obat Asam Urat dan Awet Muda

Selasa

MANFAAT BERBAGI REJEKI

Sudah dua bulan ini saya tinggal di Bandung. Sebelumnya saya harus bolak-balik Jakarta-Bandung untuk membantu pekerjaan di kantor cabang baru di kota kembang ini, namun karena pertimbangan efisiensi, saya memutuskan untuk meninggalkan ibukota dan untuk sementara menetap disini sampai kantor cabang ini bisa mandiri dan tidak memerlukan bantuan saya lagi.

Di kota ini, seminggu sekali saya shalat jum'at di masjid Salman ITB. Setiap kali menuju kesana, saya selalu melihat seorang bapak tua duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastic. Sepintas barang jualannya itu terlihat aneh diantara barang jualan pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran jalan ganesha setiap hari jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang aksesories lainnya. Tentu agak aneh, hanya dia sendiri yang menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronik seperti ini.


Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat jumat di Salman saya melihat lagi bapak tua itu sedang duduk terpekur. Saya sudah berniat akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Niatnya, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya.

Maka seusai shalat jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. "Seribu" jawabnya dengan lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada dagangan gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. "Saya beli ya pak, sepuluh bungkus," kata saya.

Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelin 10 bungkus amplop surat senilai Rp 750. "Bapak Cuma ambil sedikit," lirihnya.

Jadi, dia hanya mengambil keuntungan RP 250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak itu. Jika pedagang nakal menipu harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andai pun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp 10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata.

Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini: "Bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk terpekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap…" si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insyaAllah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari bapak tua tadi. Mungkin benar saat ini tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua. Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali disana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.


bisnis baru ustad yusuf mansur