Fariz
adalah seorang anak yang cerdas, nilai IQ-nya cukup tinggi. Dia masih duduk di
bangku kelas 4 SD, namun sudah fasih membaca Al-Qur’an. Suatu ketika Fariz
meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke masjid. Kepada ibunya ia mengatakan
akah shalat berjama’ah bersama teman-temannya sekaligus berlatih menjadi imam
karena sebentar lagi akan mengikuti lomba menjadi imam teladan. Ibunya pun
mengijinkannya karena menganggap bahwa selama anaknya mengikuti kegiatan yang
sifatnya positif, maka nantiny akan tenang.
Pada
awalnya sang ibu tidak terlalu perhatian ketika Fariz sering pergi ke masjid
menunaikan shalat jama’ah lima waktu dalam sehari semalam. Ia bahkan merasa
senang karena berharap Faris menang dalam lomba imam teladan kelak.
Namun
ketika Fariz memenangi posisi juara pertama dan lomba telah lama berlalu,
ternyata Fariz masih juga rajin pergi ke masjid setiap hari dengan alasan ingin
menunaikan shalat berjama’ah bersama teman-temannya.
Sang
ibu mulai gelisah. Ia tidak rela bila anaknya yang menurutnya masih kanak-kanak
itu menjalankan semua shalat lima waktu, karena menurutnya hal itu akan membuat
lelah bagi anak susia Fariz. Dia khawatir buah hatinya akan jatuh sakit karena
kelelahan. Dia juga takut kalau prestasi di sekolahnya akan merosot jika Faris
terlalu sering pergi ke masjid dan menjadi lupa untuk belajar serta mengerjakan
semua PR-nya.
Akan
tetapi betapa terkesima sang ibu ketika mengutarakan kegelisahannya kepada
Fariz, dan mendapati jawaban yang sangat menakjubkan dari buah hatinya yang
belum genap berusia sepuluh tahun itu. Fariz menolak dengan halus permintaan
ibunya untuk mengurangi kegiatannya di masjid. Waktu itu Fariz berkata, “Ibu,
dengan shalat lima waktu, aku merasa bahagia dan tenang. Aku menjadi lebih
bersemangat untuk belajar dan hidupku menjadi lebih teratur, pelajaran di
sekolah dapat kuikuti dengan baik, semua PR aku kerjakan dengan mudah, aku
bahkan masih punya waktu untuk bermain dengan teman-teman.”
Karena
tidak mempercayai ketika buah hatinya menjawab dengan bahasa yang halus dan
runtut tertur, sang ibu menjadi curiga dan berfikir yang tidak-tidak, ia merasa
pikiran anaknya telah dicemari ajaran-ajaran aneh dan telah disetir untuk
memberikn jawaban bagi pertanyaan tertentu yang ditujukan kepadanya.
Sang
ibu merasa gagal membujuk buah hatinya untuk mengurangi kegiatan shalat lima
waktunya di masjid. Baginya, anak seusia Faris masih terlalu dini bila harus
berkutat dengan kegiatan shalat berjama’ah di masjid pagi, siang, dan malam.
Namun karena tidak berhasil membujuk Faris, maka sang ibu mengadukan
kegelisahannya kepada suaminya. Sang suami berusaha menghibur istrinya dan
membuatnya tenang dengan berkata, “Sudahlah bu, Fariz kam masih anak-anak,
imajinasinya memang penuh warna, nanti kalau dia sudah bosan pasti juga akan
kembali pada perilakunya semula.”
Hari
demi hari berlalu, akan tetapi sang ibu tidak juga mendapati perubahan pada
perilaku Fariz. Buah hatinya itu masih rajin pergi ke masjid untuk menjalankan
shalat lima waktunya. Sang ibu mkin bertambah cemas, hingga suatu ketika Fariz
pulang dari masjid usai menjalankan shalat subuh dan langsung menuju ke
kamarnya, diam-diam sang ibu mengikutinya dari belakang.
Namun
sesampainya di depan pintu kamar, ia merasa mendengar isak tangis dari buah
hatinya itu. Dia pun lalu menempelkan telinganya di pintu untuk mencuri dengar
agar bisa mengikuti apa gerangan yang sedang terjadi di dalam kamar anaknya.
“Ah,
rupanya Fariz sedang khusyuk berdoa.” Piker sang ibu. Di dalam doanya, sambil
terisak-isak Fariz memohon kepada Allah, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada
ayah dan ibuku, berilah hidayah kepada mereka berdua agar mau menunikan shalat
dan taat untuk melaksanakan perintah-perintah-Mu sehingga kelak mereka tidak
masuk neraka.”
Betapa
terkejutnya sang ibu demi mendengar doa dari putra semata wayangnya. Dia merasa
baru tersadar bahwa selama ini telah melupakan shalat lima waktu, dan dalam
menjalani hidup, ia telah menyimpang jauh dari jalan Allah. Tak terasa air mata
haru menetes di pipinya. Dia pun segera berlari untuk membngunkan suaminya yang
masih tidur pulas di kamarnya. Diajaknya sang suami untuk mendengarkan doa yang
masih terus terucap berulang-ulang dari bibir putra kesayangan mereka.
Dengan
nafas tertahan, suami istri itu hanyut mendengarkan doa anaknya, “Ya Allah,
Engkau telah berjanji akan mengabulkan doa hambamu yang lemah ini. Aku mohon
kepada-Mu ya Allah, berilah hidayah kepada ayah dan ibuku. Aku sangat mencintai
mereka sebagaimana mereka sangat mencintaiku. Ya Allah, sayangilah merek
sebagaimana aku sangat menyayngi mereka.”
Kedua
suami istri itu tak kuasa menahan haru demi mendengar doa buah hatinya. Mereka
pun segera menghmbur ke kamar dan memeluk Fariz dengan erat. Mereka menangis,
dn suami istri itupun bertaubat.
Sejak
saat itu, kebahagiaan selalu menyelimuti keluarga kecil itu. Kedua suami istri
bersama anak semata wayangnya, senantiasa melaksanakan shlat lima waktu secara
berjamaah. Dan mereka teguh melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Semua itu karena mereka mendapat hidayah dari Allah
melalui doa yang dipanjatkan oleh buh hatinya dengan tulus. Sungguh sangat
beruntung pasangan suami istri itu memiliki seorang putra yang soleh.
bisnis baru ustad yusuf mansur
bisnis baru ustad yusuf mansur