Obat Asam Urat dan Awet Muda

Obat Asam Urat dan Awet Muda
Obat Asam Urat dan Awet Muda

Kamis

ENGKAU WAFATKAN ANAKKU UNTUK MENGUJI IMANKU



Mustaffa, seorang pria yang tinggal di Maroko, telah lama hidup dalam kesesatan, meninggalkan agama dan hidup di jalan yang tidak diridhoi Allah SWT. Dia tidak pernah berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam kehidupannya sehari-hari selalu dipenuhi dengan syahwat duniawi.

Sudah bertahun-tahun lamanya Mustaffa tidak pernah lagi mengunjungi masjid dan tidak pernh bersujud kepada Allah meski hanya sekali. Bahkan tata cara shalat dan bacaan-bacaan ayat suci pun dia sudah tidak kenal lagi. Sehingga Allah menghendaki taubatnya di tangan puteri semata wayangnya.

Beberapa waktu yang lalu, kami datang mengunjungi Mustaffa untuk memintanya berbagi kisah taubat dari dirinya agar bisa diteladani oleh mereka yang sedang berusaha untuk taubat dan kembali ke jalan Allah.


Dia pun menceritakan kisahnya:
Aku berasal dari keluarga yang cukup mapan dan taat beragama. Menikah di usia 23 tahun dengan Khadijah, seorang wanita tetangga desaku, dan setahun kemudian dikaruniai seorang puteri yang kami beri nama Fatimah. Hidup kami serba berkecukupan, karena orang tuaku berlimpah materi. Namun sepeninggal mereka, awan kelabu menyelimuti kehidupan kami sehari-hari. Aku tidak terbiasa bekerja, sehingga untuk menyokong kehidupan kami, tidak bisa lain selain memakan harta warisan orang tua. Perlahan-lahan harta keluarga pun semakin menyusut.

Aku pun menjadi kalut dan mulai mencari pelarian. Aku mulai terbiasa bermabuk-mabukan, dan biasa begadang sampai pagi bersama teman-temanku untuk bersenang-senang dan bersenda gurau, melupakan segala permasalahan kehidupan yang seharusnya dicari solusinya. Aku tinggalkan isteriku dalam kesendirian dan kesusahannya menghadapi kerasnya kehidupan ini. Isteriku yang sabar dan setia sudah habis akal dan tak mampu lagi menasihati diriku yang sudah tak mempan lagi diberi nasihat.

Pada suatu ketika, aku baru pulang dari begadang dan mabuk-mabukan, jarum jam menunjukkan pukul 03.00 dini hari, aku lihat isteri dan puteri kecilku sedang terlelap tidur di kamarnya. Lalu aku masuk kamar sebelah untuk menghabiskan sisa-sisa malam dengan melihat film-film porno melalui video, itulah waktu dimana dalam keadaan setengah sadar aku merasa Allah azza wajalla turun dan berkata; “Adakah orang yang berdoa sehingga aku mengabulkannya? Adakah orang yang meminta ampun sehingga aku mengampuninya? Adakah orang yang meminta kepadaku sehingga aku memberinya.”

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan kulihat puteri semata wayangku yang belum genap berusia 5 tahun masuk dan berjalan ke arahku. Dia menatapku dan berkata : “Ayah, ini adalah suatu aib bagimu, takutlah kepada Allah,” dan mengulanginya sampai tiga kali kemudian ia berbalik pergi, dan menutup pintu.

Aku terkejut lalu aku matikan video. Bagaikan sedang bermimpi, antara percaya dan tidak, kukejap-kejapkan mataku. Aku duduk termenung dan kata-kata puteriku terngiang-ngiang terus di telingaku, lalu aku bergegas keluar mengikutinya tapi dia sudah kembali lagi ke tempat tidurnya. Kupandangi dia, betapa lelap dan damai tidurnya.

Aku merasa hari ini sangat aneh, tidak faham apa sebenarnya yang sedang terjadi padakku. Apakah karena aku masih terlalu mabuk? Entahlah. Tak lama kemudian terdengar suara adzan dari masjid dekat rumah yang memecah keheningan suasana, menyerukan kepada seluruh umat muslim untuk menjalankan shalat subuh.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku berwudhu lalu pergi ke masjid. Aku tidak begitu bersemangat untuk shalat, hanya saja karena kata-kata puteriku masih terngiang di telingaku dan membuatku gelisah, maka aku pun berdiam sejenak di masjid untuk mendapatkan sedikit ketenangan.

Shalat dimulai, imam bertakbir dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an. Ketika dia bersujud, akupun ikut bersujud di belakangnya. Inilah sujud yang pertama kali ku lakukan kepada Allah azza wajalla setelah sekian lama aku meninggalkan-Nya.

Dan saat itulah aku tak kuasa menahan perasaan dan menangis sekeras-kerasnya. Aku tak tahu mengapa aku menangis. Selesai shalat, orang-orang di sekitarku berusaha menenangkanku, lalu sebagian dari mereka mengantarku pulang.

Ternyata tangisan tadi adalah awal pembuka kebaikan bagiku, tangisan itu telah membuatku lega, membuang semua apa yang ada dalam hati dan pikiranku berupa kekafiran, kemunafikan dan kerusakan. Aku merasakan bulir-bulir keimanan mulai meresap kembali kedalam jiwaku.

Sesaat kemudian aku pergi ke rumah Thayib, teman masa kecilku. Ketika bertemu dengan temanku, dia heran melihatku datang mengunjunginya setelah sekian lama tidak pernah berkunjung walau rumah kami hanya terpisah oleh sebuah sungai kecil. Ketika dia menanyakan kabar dan keadaanku, aku pun menceritakan apa yang kualami semalam, kemudian dia berkata ;”Bersyukurlah kepada Allah yang telah menggerakkan puteri kecilmu untuk menyadarkanmu dari kelalaianmu sebelum datang kematianmu.”

Menjelang waktu dzuhur, aku merasa sangat lelah karena belum tidur sejak malam. Lalu aku pamit kepada Thayib, dan aku pulang ke rumah untuk beristirahat. Aku ingin cepat-cepat melihat Fatimah, puteriku yang telah menjadi penyebab hidayahku dan kembaliku kepada jalan yang diridhoi Allah.

Aku bergegas masuk ke rumah namun disambut oleh isak tangis isteriku, lalu aku bertanya, “Ada apa denganmu, Khadijah?” jawaban yang keluar darinya bagaikan petir yang menyambar di siang bolong, “Puterimu, Fatimah telah meninggal dunia.”

Betapa terkejutnya diriku, dan aku tak kuasa menahan tangis. Setelah diriku tenang, aku sadar bahwa apa yang menimpku semata-mata ujian dari Allah azza wajalla untuk menguji keimananku. Aku mengangkat gagang telepon dan menghubungi temanku Thayib. Aku memintanya datang untuk membantuku.

Temanku datang bersama isterinya dan beberapa tetangga. Mereka kemudian membawa puteriku, memandikannya dan mengafaninya lalu kami menshalatkannya dan membawanya ke pemakaman.

Thayib berkata padaku:
“Tidak ada orang lain yang pantas memasukkannya ke liang kubur kecuali dirimu.” Lalu aku mengangkat Fatimah dengan berlinang air mata dan meletakkannya di liang kubur.

Aku merasa bagaikan telah mengubur cahaya yang selama ini menjadi lentera bagi gelapnya ajlan hidupku. Aku bermohon kepada Allah SWt agar menampuniku dan menerima Fatimah dan menempatkannya di tempat terindah di surga, dan memberi balasan kebaikan kepada isteriku yang penyabar.


bisnis baru ustad yusuf mansur